Hello Agustus….
Setahun yang lalu tepatnya tanggal 2 Agustus 2014, aku dilamar
oleh sosok lelaki yang sudah diyakini dapat melengkapiku. Acara lamaran ini
masih dalam suasana syawal, kurang lebih seminggu sesudah lebaran idul fitri
2014. Lamaran ini sudah direncanakan baik dari orang tuaku ataupun adi di awal tahun
2014. Silaturahmi dua keluarga sudah dimulai dari lebaran idul fitri 2013.
Ketika itu, ibu yang saat ini sudah menjadi mertua bersama adik suamiku berkunjung
ke rumah. Kalau difikir – fikir, persiapan menuju lamaran saja cukup lama.
Tapi itu hanya diketahui oleh keluarga inti ku saja. Setelah sempat gagal pada pacar pertamaku. Saya tidak terlalu menginformasikan kisah asmara baik ke publik ataupun ke keluarga besar. Keluarga besar tau bahwa aku sudah punya pacar tapi tidak pernah kupernalkan secara langsung. Itu saja mereka tau karena bertanya, tidak pernah aku yang mulai bercerita tentang pacarku terlebih dahulu.
Wajar saja ketika orang tuaku bercerita kepada
keluarga besar bahwa aku akan dilamar, cukup membuat kaget mereka. Kekagetan
itu membuat beberapa orang agak dingin ketika diminta membantu untuk menerima
lamaran sebagai dari perwakilan keluarga besar kami. Ya, mungkin tindakan aku
kurang tepat ketika tidak pernah mengenalkan calonku ke keluarga besar sehingga
membuat mereka menjadi takut salah saat harus menerima pinangan tersebut.
Alasan terbesar aku tidak mau mengenalkan karena ketakutan akan ketidakpastian. Bukan karena faktor pasanganku yah, tapi karena faktor trauma dan faktor keyakinanku bahwa “Tidak akan pernah berjodoh apabila tuhan berkata tidak” sekuat apapun tenaga untuk bersatu. Mencoba flashback sedikit yah, aku pernah sangat berusaha untuk tetap bersatu dengan pasanganku yang dulu meski rasanya sakit luar biasa. Aku menganggap rasa sakit itu merupakan suatu cobaan yang pasti akan dilalui semua wanita sehingga aku berusaha untuk ikhlas. Saat ini sudah sangat lupa yah rasa sakit itu seperti apa, tapi bisa dibayangkan rasa sakit itu merubah aku yang tadinya tidak mudah marah menjadi dapat membanting, merusak barang sampai dapat mengeluarkan kata – kata nyelekit. Rasa sakit itu bisa aku maafkan dan berusaha untuk bersama kembali tapi memang Allah berkata tidak sehingga jalanku tidak menuju ke dia dan sebaliknya. Ketika aku berjalan padanya, dia tidak berjalan ke arahku dan ketika dia berusaha menghampiriku, akupun tidak berhenti tepat di dia. Begitu saja terus menerus sehingga menyadarkan aku bahwa Allah lah yang menyatukan dua orang insan bukan seutuhnya usaha manusia.
Balik lagi pada kisah lamaranku, pada akhirnya om yang merupakan adik papa bersedia menjadi perwakilan untuk menerima pinangan. Sampai dengan pada hari lamaran, aku hanya mengundang keluarga besar saja. Baik teman ataupun sahabat tidak ada yang aku beri tau. Sekali lagi, bukan karena aku tidak menghormati tapi lebih ke arah untuk menjaga agar tidak tersebar luas rencana pernikahanku ini. Tenggang waktu antara lamaran dan pernikahan cukup lama, kurang lebih empat bulan, saat itu aku berfikir lamaran bisa saja tidak sampai ke jenjang pernikahan . Apabila itu terjadi, setidaknya hanya keluarga besarlah yang tau. Maaf yah teman – temanku, ini jawaban mengapa aku tak memberi informasi apapun.
Tepat pukul 11.00, adi dan rombongan keluarga besar datang ke rumah disertai dengan seserahan lamaran yang kurang lebih ada belasan bingkisan. Saat itu, ada macam – macam mulai dari bahan baju, tas, sepatu hingga makanan tradisional Palembang yang jelas makanan – makanan yang sekarang sulit untuk ditemukan di jadebotabek semacam delapan jam, maksuba, engkak ketan, srikayo ketan dan lain – lain. Seserahan yang banyak membuat keluarga menjadi bertanya - tanya apakah ini seserahan yang diberi merupakan seserahan untuk pernikahan karena dirasa itemnya cukup banyak atau nantinya akan ada seserahan lagi.
Singkat cerita akhirnya acara dimulai, perkenalan dan maksud tujuan pun dikemukakan oleh salah satu perwakilan dari pihak adi. Disaat yang bersaamaan tidak sengaja, adik bapaknya adi duduk bersebelahan dengan omku yang merupakan adik papaku. Tanpa sengaja mereka seperti saling tidak asing dan perbincangan antara merekapun terbuka. Ternyata mereka merasa pernah bertemu di salah satu rumah sodara di rawamangun yang sama-sama merupakan saudara mereka. Om yang sebagai MC pun langusung diinformasikan bahwa kami ternyata masih family. Ketika om ku yang bertugas sebagai MC memberikan keterangan bahwa kami masih mempunyai hubungan kerabat dan tetanggaan juga di palembang, seketika itu rumah menjadi sangat ramai, suasana yang tadinya dingin menjadi sangat hangat dan bersahabat sekali seperti sedang pertemuan keluarga. Hampir saja lupa bahwa sedang melaksanakan lamaran karena lebih membahas silsilah keluarga. Ya Allah, Ya Tuhanku, aku sangat bahagia saat itu, bukan karena dilamar separuh jiwaku tapi karena melihat rona bahagia yang terpancar dari wajah keluarga besarku. Sungguh luar biasa. Akhirnya, acara lamaranku tidak terlalu kaku dan tidak terlalu dikupas tuntas tentang pernikahan karena mereka asyik reunian. Meski tidak dibahas tuntas tapi baik aku dan adi sudah mempunyai konsep, kapan dan dimananya pernikahan akan dilangsungkan.
Saya dan separuh jiwa |
Setelah acara lamaran selesai dilanjutkan dengan santap siang, disitu aku menjadi orang tersibuk sedunia dan harus menjawab pertanyaan banyak orang yang penasaran darimana aku dan adi bisa bertemu. Lain kali akan aku ceritakan bagaimana aku bisa bertemu dan jatuh cinta dengannya. Hmmm....Pertanyaan - pertanyaan ini membuat aku berasa seperti artis yang sedang diwawancarai kisah cintanya. Oh iya, saat santap siang omku juga tidak lupa juga menghubungi oma yang di jogja yang merupakan nenek terdekat denganku dan merupakan bagian dari sodara - sodara yang di rawamangun. Dari suaranya aku bisa merasakan oma kaget dan bahagia dengan acara lamaran ini.
Sekitar jam 13.30, rombongan keluarga besar adipun mohon pamit undur diri. Sejumlah senyuman terlihat dari serombongan keluarga tersebut ketika keluar dari rumah. Akupun mengantarkan hingga parkiran yang ada di depan sebuah resto. Ketika mereka sudah pergi, akupun kembali ke rumah dan melihat rumahku sangat ramai hanya karena bingkisan seserahan kue – kue khas Palembang tersebut. Serius, kue – kue itu muter dirumahku dan sepersekian menit sudah lenyap termakan. Salah satu orang om ku berkata “ Kue mahal…kue mahal…kue langka..kue langka”. Mereka sangat bahagia dan sangat menikmati karena ini merupakan kue yang sulit mereka dapati di Jakarta.
Biasanya acara lamaran ada tukar cincin, kenyataanya pada lamaran aku tidak ada. Seperti yang aku bilang tadi, acara lamaranku berubah menjadi reunian, sampai lupa dengan acara tukar cincin. Hmmmm…lucu yah…cincinpun baru dipakai seketika setelah adi pulang dan memberikan pesan untuk menggunakan cincin yang tadi diberi bersamaan dengan seserahan.
Silsilah |
Foto diatas merupakan kurang lebih silsilah keluarga aku hingga nyambung ke keluarga pasangan. Ayahku punya adik yang mana adiknya menikah dengan tante yang sering aku panggil tante upit. Menurut omaku, tante upit ini juga masih ada hubungan saudara cuman aku sendiri juga belum tau pasti. Tante upit punya ibu yang om aku sering sebut dengan nama tek yos. Aku sendiri pasti nyebutnya nenek, sudah lama aku tidak bertemu dengan ibunya tante upit. Ibunya tante upit ( Tek yos) punya sodara kandung, entah kakak entah adik yang jelas aku sebutnya kakek dan aku pribadi juga belum kenal yah. Kakek ini menikah dengan nenek ce yang mana nenek ce ini punya saudara kandung yang merupakan ibu dari ayahnya adi. Silsilah keluarga yang jauh ini dipersatukan dengan hubungan aku dan adi
Begitulah acara lamaranku, seperti mimpi yah semua ini. Aku pribadi sebenernya hampir tidak percaya. Lamaran ini sangat berkesan.Terimakasih ya tuhan telah menjodohkan aku padanya. Inilah kisahku dan ini nyata.